Di sebuah hutan, ada seekor kura-kura yang sangat kelelahan karena baru saja bertelur.
Rasanya ia ingin makan enak, tapi ia tidak ingin meninggalkan telur-telurnya tanpa penjagaan.
Lalu sang kura-kura pergi menemui temannya seekor kuda dan memintanya untuk menjaga telur-telurnya karena ia ingin pergi mencari makan. Ia mewanti-wanti sang kuda untuk menjaga baik-baik telurnya dan kuda pun setuju.
Di sungai kura-kura melihat anak-anak udang berenang-renang sangat menggiurkan.
Tentu saja ini merupakan santapan yang enak, pikirnya dalam hati.
Kura kura berenang mendekat siap menyantap udang…
Tiba-tiba…dung…dung….dung….
Sebuah genderang perang terdengar di seluruh hutan.
Mendengar genderang perang, kuda langsung mengambi posisi berdiri tegap siap pada posisi tempur.
Tanpa sengaja sang kuda menginjak telur-telur kura-kura dan memecahkan semuanya.
Kura-kura yang panik mendengar genderang perang juga segera kembali untuk menjaga ke telur-telurnya.
Tapi betapa sedih ia melihat telur-telurnya hancur. Apalagi ternyata tidak ada perang.
Ia marah pada kuda yang tidak menjaga telurnya dan melaporkan masalah ini pada raja hutan.
Raja bertanya kepada kuda kenapa ia menghancurkan telur kura kura.
“Aku tidak sengaja, karena ada genderang perang yang ditabuh monyet aku langsung berdiri siap, menghentak-hentakkan kaki, dan mengambil posisi siap tempur” kata kuda menjelaskan.
“Berarti ini dipicu oleh genderang perang yang ditabuh monyet. Segera panggil monyet,” titah raja.
Setelah monyet datang, raja bertanya kepada monyet kenapa ia memukul genderang perang.
“Aku memukul genderang perang karena melihat gajah-gajah mengasah gading mereka bersiap untuk perang,” jawab monyet.
“Berarti ini dipicu oleh aktivitas gajah mengasah gading mereka. Segera panggil gajah,” titah raja.
Setelah gajah datang, raja bertanya kepada gajah kenapa ia mengasah gading bersiap untuk perang.
“Aku mengasah gading karena melihat badak mempertajam cula mereka untuk perang,” jawab gajah.
“Berarti ini dipicu oleh aktivitas badak mempertajam cula mereka. Segera panggil badak,” titah raja.
Setelah badak datang, raja bertanya kepada badak kenapa ia mempertajam culanya untuk bersiap perang.
“Aku mempertajam cula karena melihat beruang mengasah cakar dan giginya untuk bersiap perang,” jawab badak.
“Berarti ini dipicu oleh aktivitas beruang mengasah gigi dan cakarnya. Segera panggil beruang,” titah raja.
Setelah beruang datang, raja bertanya kepada beruang kenapa ia mengasah gigi dan taringnya untuk bersiap perang.
“Aku melakukannya karena ketika berada di sungai aku melihat para udang bersiap dengan tanduk mereka pada posisi siap tempur, ” jawab beruang.
“Berarti ini dipicu oleh aktivitas udang yang bersiap dengan posisi tempur dengan tanduknya, segera panggil udang,” titah raja.
Setelah udang datang, raja bertanya kepada udang kenapa mereka menyiapkan tanduk mereka pada posisi siap tempur sehingga memicu semua masalah.
“Tentu saja kami dalam posisi tempur. Karena kami melihat ada kura-kura datang dan terlihat sangat ingin menerkam anak-anak kami yang sedang bermain, ” jawab udang membela diri.
“Berarti ini dipicu oleh kura-kura yang bersiap memakan anak-anak udang,” kata raja menyimpulkan.
Raja kemudian menengok pada kura-kura yang melaporkan kasus pecahnya telurnya.
“Apakah benar kamu kura-kura bersiap memakan anak-anak udang?” tanya raja ke kura-kura untuk memastikan.
“Betul tuan raja, saya memang berniat memakan anak-anak udang,” jawab sang kura kura menyesal.
“Akhirnya kita bisa lihat bagaimana kejadian ini bermula, ternyata semua ini bermula dari kamu sendiri!” seru raja memutuskan.
Kura-kura pun berlalu, menyesali tindakannya yang memicu semua peristiwa yang mengakibatkan telurnya hancur.
Apa hikmahnya?
Rasanya ia ingin makan enak, tapi ia tidak ingin meninggalkan telur-telurnya tanpa penjagaan.
Lalu sang kura-kura pergi menemui temannya seekor kuda dan memintanya untuk menjaga telur-telurnya karena ia ingin pergi mencari makan. Ia mewanti-wanti sang kuda untuk menjaga baik-baik telurnya dan kuda pun setuju.
Di sungai kura-kura melihat anak-anak udang berenang-renang sangat menggiurkan.
Tentu saja ini merupakan santapan yang enak, pikirnya dalam hati.
Kura kura berenang mendekat siap menyantap udang…
Tiba-tiba…dung…dung….dung….
Sebuah genderang perang terdengar di seluruh hutan.
Mendengar genderang perang, kuda langsung mengambi posisi berdiri tegap siap pada posisi tempur.
Tanpa sengaja sang kuda menginjak telur-telur kura-kura dan memecahkan semuanya.
Kura-kura yang panik mendengar genderang perang juga segera kembali untuk menjaga ke telur-telurnya.
Tapi betapa sedih ia melihat telur-telurnya hancur. Apalagi ternyata tidak ada perang.
Ia marah pada kuda yang tidak menjaga telurnya dan melaporkan masalah ini pada raja hutan.
Raja bertanya kepada kuda kenapa ia menghancurkan telur kura kura.
“Aku tidak sengaja, karena ada genderang perang yang ditabuh monyet aku langsung berdiri siap, menghentak-hentakkan kaki, dan mengambil posisi siap tempur” kata kuda menjelaskan.
“Berarti ini dipicu oleh genderang perang yang ditabuh monyet. Segera panggil monyet,” titah raja.
Setelah monyet datang, raja bertanya kepada monyet kenapa ia memukul genderang perang.
“Aku memukul genderang perang karena melihat gajah-gajah mengasah gading mereka bersiap untuk perang,” jawab monyet.
“Berarti ini dipicu oleh aktivitas gajah mengasah gading mereka. Segera panggil gajah,” titah raja.
Setelah gajah datang, raja bertanya kepada gajah kenapa ia mengasah gading bersiap untuk perang.
“Aku mengasah gading karena melihat badak mempertajam cula mereka untuk perang,” jawab gajah.
“Berarti ini dipicu oleh aktivitas badak mempertajam cula mereka. Segera panggil badak,” titah raja.
Setelah badak datang, raja bertanya kepada badak kenapa ia mempertajam culanya untuk bersiap perang.
“Aku mempertajam cula karena melihat beruang mengasah cakar dan giginya untuk bersiap perang,” jawab badak.
“Berarti ini dipicu oleh aktivitas beruang mengasah gigi dan cakarnya. Segera panggil beruang,” titah raja.
Setelah beruang datang, raja bertanya kepada beruang kenapa ia mengasah gigi dan taringnya untuk bersiap perang.
“Aku melakukannya karena ketika berada di sungai aku melihat para udang bersiap dengan tanduk mereka pada posisi siap tempur, ” jawab beruang.
“Berarti ini dipicu oleh aktivitas udang yang bersiap dengan posisi tempur dengan tanduknya, segera panggil udang,” titah raja.
Setelah udang datang, raja bertanya kepada udang kenapa mereka menyiapkan tanduk mereka pada posisi siap tempur sehingga memicu semua masalah.
“Tentu saja kami dalam posisi tempur. Karena kami melihat ada kura-kura datang dan terlihat sangat ingin menerkam anak-anak kami yang sedang bermain, ” jawab udang membela diri.
“Berarti ini dipicu oleh kura-kura yang bersiap memakan anak-anak udang,” kata raja menyimpulkan.
Raja kemudian menengok pada kura-kura yang melaporkan kasus pecahnya telurnya.
“Apakah benar kamu kura-kura bersiap memakan anak-anak udang?” tanya raja ke kura-kura untuk memastikan.
“Betul tuan raja, saya memang berniat memakan anak-anak udang,” jawab sang kura kura menyesal.
“Akhirnya kita bisa lihat bagaimana kejadian ini bermula, ternyata semua ini bermula dari kamu sendiri!” seru raja memutuskan.
Kura-kura pun berlalu, menyesali tindakannya yang memicu semua peristiwa yang mengakibatkan telurnya hancur.
Apa hikmahnya?
Kadang kita dengan mudah menyalahkan orang lain atas suatu peristiwa, padahal kita punya andil dalam kejadian tersebut.
Ya. Menyalahkan orang lain, Lingkungan atau keadaan. Bahkan Allah sendiri ikut disalahkan. Nauzubillah Mindzalik.
“Dan musibah apa saja yang menimpa Kamu, maka semua itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.”(QS: Asy-Syura (42), ayat 30)
Sumber :
http://assyukriyyahlovers.wordpress.com/2010/11/20/kisah-kura-kura-dengan-telurnya/
No comments:
Post a Comment
KALO UDAH BACA JANGAN LUPA KOMENT GAN!