Sebuah negara yang bernama Indonesia, masyur dengan sebutan "zamrud katulistiwa", sarat kekayaan alam, hamparan laut nan luas, tanahnya subur, gunung-gunungnya kokoh, juga jutaan hektar hutan yang menawarkan banyak kehidupan. Namun bagaimana nasibmu kini?
Apa mau dikata, negri ini masih menangis. Indonesia kaya, namun juga kaya akan utang, sebab sebagian besar kekayaan Indonesia yang notabene milik rakyat justru kuasai asing. Menurut data yang dirilis Ditjen Pengelolaan Utang, jumlah utang pemerintah hingga Januari 2011 mencapai Januari 2011: Rp 1.695,34 triliun rupiah. Ironisnya, sebagian besar utang itu dibebankan kepada rakyat untuk membayarnya melalui pajak, dan sungguh miris sebab pajak tersebut banyak yang tak terdeteksi karena di korupsi.
Kemiskinan masih menjadi penyakit klasik yang tak kunjung terobati. Menurut data BPS tahun 2011 ada sebanyak 30 juta lebih penduduk yang masih berada di garis kemiskinan. Itupun dengan menggunakan standar kemiskinan yang tak manusiawi, BPS menetapkan standar kemiskinan hanya berpendapatan Rp 7.000 perhari atau Rp 210 ribu perbulan. Dengan kata lain, penduduk yang dikategorikan miskin atau tidak miskin adalah dengan menggunakan batasan tersebut.
Seringkali pandangan kita diarahkan pada pertumbuhan produksi serta peningkatan pendapatan rata-rata penduduk (perkapita), namun bukan pada persoalan bagaimana supaya kekayaan tersebut didistribusikan dengan adil di pada masyarakat. Padahal, seiring dengan meningkatnya produksi, telah terjadi penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang alias pihak kapitalis. Yang kaya makin kaya, yang miskin tetap miskin atau malah makin miskin. Inilah yang disebut kesejahteraan semu dalam sistem kapitalisme.
Sektor politik, ritual demokrasi yang telah menghamburkan uang rakyat juga tak memberikan perubahan yang berarti di tengah-tengah masyarakat, seringkali masyarakat harus melihat tontonan jual beli politik alias politik dagang sapi oleh para elit politik.
Bayangkan, di tahun 2010 kemarin, tidak kurang dari 227 pilkada berlangsung di tingkat propinsi maupun kabupaten dan walikota, bahkan ada pilkada yang harus diulang disebabkan terjadi sengketa. Menurut Kalkulasi KPU, untuk tahun 2010, tidak kurang dari 4,2 trilyun rupiah mengucur buat pilkada. Hitung-hitungan itu berbunyi: 50 sampai 70 milyar buat provinsi dan 7 sampai 10 milyar buat tingkat kabupaten dan walikota. Itu pun hitung-hitungan yang paling minimal. Karena kenyataannya, biaya pilkada membengkak hampir dua kali lipat. (eramuslim.com 01/02/11)
Sedangkan di bidang sosial dan budaya, Associated Press (AP) beberapa waktu lalu telah menobatkan Indonesia sebagai jawara kedua surganya pornografi setelah Rusia. Dengan munculnya berbagai kasus yang terjadi akhir-akhir ini, seperti halnya kasus peterporn, bisa saja Indonesia menyodok posisi Rusia sebagai pemimpin klasemen pornografi.
Tak kalah memprihatinkan adalah masih banyaknya aliran-aliran sesat yang bersemayam di negri ini yang tentunya membahayakan akidah umat. Sebagai contoh kasus Ahmadiyah, dimana di negri-negri lain telah mengambil tindakan tegas pada Ahmadiyah, namun di sini masih dipelihara.
Begitu pula dengan meningkatnya angka-angka kriminalitas, kasus-kasus pelecehan seksual, HIV Aids, Narkoba dan lain sebagainya yang tentu semakin memperparah keadaan. Maka tidak salah jika negara “gemah ripah loh jinawi” ini sedang mengalami krisis multidimensi. Disebabkan karena salah urus.
Akar masalah
Jika di cermati secara seksama, akar masalah dari semua problematika ini ternyata adalah terletak pada sistemnya. Mengingat Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini sudah enam kali berganti pucuk pimpinan. Rotasi wakil rakyat yang duduk di senayan pun sudah berulang kali dilakukan. Hasilnya nihil, Indonesia belum mampu bangkit.
Orang-orang yang dulunya terliihat memiliki idealisme, terlepas dari seperti apa idealismenya, ketika mencebur dalam sistem, banyak yang kemudian melepas idealismenya. Sebagai contoh ialah Dipo Alam (sekab SBY) yang dulu dikenal sangat loyal menkritik kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, bahkan sampai sempat merasakan pahitnya jeruji besi di masa pemerintahan Soeharto karena sikapnya itu, namun akhir-akhir ini malah mengecam media massa yang menurutnya gencar mengkritik pemerintah. Begitu pula element Islam yang dahulu digadang-gadang bakal mengibarkan ideologi Islam, namun harus luluh di bawah empuknya kursi kekuasaan.
Mungkin ada benarnya sebuah ungkapan yang berbunyi: “sistem yang buruk itu bisa membuat orang jadi bersifat buruk, meskipun sebelumnya bersifat baik. Begitu juga sebaliknya, sistem yang baik bisa membuat orang menjadi bersifat baik, meskipun sebelumnya bersifat buruk. Apalagi yang sebelumnya sudah baik"
Kemudian pertanyaanya sistem seperti apa yang mampu menyelamatkan Indonesia?. “Guru terbaik adalah pengalaman” Begitu kata orang bijak. Secara faktual Indonesia juga sudah beberapa kali berganti sistem. Kita runut saja, pada masa orde lama corak aturan yang digunakan adalah corak Ideologi sosialisme. Hasilnya tidak memuaskan.Kemudian tampilah era ordebaru yang berlanjut ke era reformasi dengan corak kapitalisme. Outputnya seperti yang kita alami sekarang ini. Indonesia masih tertatih-tatih.
Islam sebagai Solusi
Jadi kalau kita mau jujur, tampaknya satu-satunya sistem yang belum pernah dicoba di negri ini hanyalah sistem Islam. Merujuk bahwa Ideologi yang ada didunia ini hanya ada tiga, yakni; Islam, Kapitalisme, dan Sosialisme. Yang lain walaupun mengklaim sebagai Ideologi namun sejatinya bukanlah ideologi karena rumusan-rumusanya pun juga mengambil dari ketiga Ideologi tersebut.
Ketika diterapkan sistem Ekonomi Islam, masalah perampokan kekayaan alam akan teratasi dengan kejelasan distribusi kekayaan yang terperinci, dimana Islam membagi kepemilikan dalam tiga bagian; kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu. (lihat: An-Nabhani, Taqiyuddin, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam). Hal ini telah di tegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabda beliau:
”Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput dan api“ . (HR Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Sehingga hal-hal yang masuk dalam kategori kepemilikan umum tidak boleh dimiliki oleh pihak asing maupun swasta, melainkan akan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyatnya. Berdasarkan syariah Islam, negara harus menjamin kesejahteraan masyarakat, menjamin kebutuhan pokok tiap individu masyarakat. Syariah Islam juga mewajibkan Khalifah untuk menjamin pendidikan dan kesehatan rakyatnya secara murah bahkan gratis.
Dengan Politik Islam maka hal-hal pemborosan dan kemubadziran itu tidak akan terjadi, sebab dalam pandangan Islam, bahwa politik adalah ”mengatur urusan ummat” bukannya ”mengatur urusan pejabat”. Sehingga mekanisme dalam pemilihan pejabat negara maupun Khalifah dapat dilaksanakan dengan sederhana serta biaya yang murah, dengan mutu dan kualitas nomor wahid. Para elit politik harus merujuk pada hukum syara' dalam mengurusi ummat, bukan pada faktor kepentingan.
Para pemimpin ummat tidak akan berani mendzalimi rakyatnya, mereka sangat takut akan peringatan dari Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah Saw bersabda: "Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR. Imam Al-Bukhari)
“Tidak ada seorang hamba yang diamanatkan oleh Allah untuk mengurusi rakyatnya, kemudian ia meninggal dalam keadaan sedang menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan sorga baginya.” (HR. al-Bukhari)
Dengan syariah Islam maka kehidupan sosial masyarakat akan semakin nyaman, sangat sulit ditemukan hal-hal yang bisa mengganggu keimanan. Pergaulan masyarakat dibangun dengan suasana keislaman dengan penuh semangat persaudaraan. Pihak non muslim, diperlakukan dengan baik tanpa deskriminasi. Sedangkan sistem persanksian Islam adalah merupakan palang pintu terakhir untuk menyelesaikan permasalahan kriminalitas dengan efektif dan efisien.
Plus rumus-rumus Islam lain yang siap menghapus krisis Multidimensi ini. Termasuk didalamnya menuntaskan permasalahan pendidikan, pertanian, militer, dan bidang-bidang lainya. Indonesia akan sejahtera dan selamat jika mau diatur dengan wahyu Ilahi. Bagi mayoritas penduduknya yang beragama Islam, hal ini merupakan tuntutan atas keimananya. Bila belum diterapkan, Kewajiban kita untuk memperjuangkan. Karena itu, tidak ada pilihan lain, solusi atas salah urus negara adalah dengan menerapkan syariah dan khilafah. Wallahu a'lam bi ash-shawab
Ali Mustofa
No comments:
Post a Comment
KALO UDAH BACA JANGAN LUPA KOMENT GAN!