dari Kembang Anggrek
Bismillahirrahamanirrahim
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
tulisan dari buku: "Kenapa Palestina; Renungan Seorang Ibu" InsyaAllah bisa dijadikan renungan bersama. 'Amiin.
oleh: fatma elly
“BEGINI BU, maaf ya sebelumnya. Saya heran, Bu. Kenapa sih, kok Ibu, yang punya karir bagus begitu, masih mau ya memakai busana muslimah?” ucapnya hati-hati, di tengah keterheranannya yang tidak tersembunyikan. Sementara pandangnya tajam, meneliti di kesuluruhan tubuh dan wajahnya.
“Memangnya kenapa, Bu?” jawabnya balas bertanya.
Perempuan kenalan bisnisnya itu terlihat gugup dan seperti bingung. Tiada suara keluar dari mulutnya.
Melihatnya diam, dan seperti kebingungan itu, ia kemudian kembali berkata. Seolah ingin menjelaskan:
“Kadang orang sukar mengerti, dan sering menyalahartikan, Bu. Busana muslimah yang seperti saya pakai ini, kan memang peraturan agama kita. Apakah Ibu belum tahu?”
Ia semakin gugup atas perkataan dan pernyataan itu.
“Tetapi, maksud saya…..” dan ia diam kembali. Tak menyelesaikan ucapan. Namun, tidak berapa lama kemudian, menyambungnya terbata. “Apakah pakaian seperti itu, bukan budaya… Arab, Bu?”
Dan sebelum sempat menjawab dan berkata-kata, perempuan kenalan bisnisnya itu sudah bersuara pula: “Ibu tidak khawatir, atau takut, bilamana dikatakan…maaf ya Bu,…fundamentalis?” ucapnya hati-hati sekali dengan kalimat terpatah-patah.
Ia tersenyum atas ucapan ini.
Seketika ingatannya melayang ke tulisan professor Akbar S. Ahmed, yang pernah dibacanya itu.
“Takut dikatakan fundamentalis, sehingga tidak berani memakai busana muslimah?” kembali ia mengulang tanya, nada sindir nyata dalam perkataannya itu.
“Ah, bukan… hanya saja, tidakkah… begitu penafsiran banyak orang, Bu? Lihat saja di televisi atau internet. Bukankah orang-orang semacam Ibu, sosok gambaran yang membuat perempuan modern, seperti saya ini, jadi takut?”
Bibirnya terasa getir di mulut. Tapi ia hanya diam.
Lagi-lagi, sebelum ia sempat berkata-kata, perempuan muda itu telah bersuara lagi:
“Menutupi diri dan kepala dengan jilbab dan baju kurung itu, kok perempuan, sepertinya, jadi ikut terkurung ya Bu?” Katanya dengan kalimat patah pula.
Ia tetap diam. Perempuan itu kembali berkata:
“Tidak hanya sebatas pakaian, tapi aktifitas dan pemikiran, kok, jadinya, seperti tidak bebas lagi ya Bu?” Lalu cepat-cepat meneruskannya: “Tapi, saya juga heran, kok, orang seperti itu, malah melakukan hal-hal yang aneh dan menakutkan, ya Bu? Demontrasilah… bahkan, melakukan aksi bom bunuh diri, Bu, seperti di Palestina atau Irak itu. Bukankah Ibu juga mendengar dan melihatnya? Apa sih sebenarnya yang mereka tuju?”
“Ya ampun” pikirnya, “benarlah apa yang digambarkan dan diungkapkan profesor Akbar S. Ahmed itu”.
Tulisan dan kata-kata beliau, terkirim dan terhantar kembali di pendengaran telinganya, di benak hatinya:
“Realitas muslim bagi dunia, sungguh telah menjadi citra-citra di televisi, kata permusuhan di surat kabar, humor yang kejam dalam gurauan universal!”
Sekali lagi ditariknya nafas panjang, diiring desahan dari mulut
“Media memang suka mendeskreditkan perempuan muslimah, Bu. Apalagi mereka yang konsekuen dengan ajaran agamanya. Memakai busana muslimah sebagai yang diperintahkan Allah saja, sudah dianggap fundamentalis. Apalagi ikut berdemontrasi melakukan amar makruf nahi mungkar. Melawan kezaliman dan penjajahan seperti wanita Palestina atau Irak itu, dikatakan malah, melakukan aksi bom bunuh diri. Padahal, itu kan satu perjuangan dan keberanian yang luar biasa, Bu. Menghadapi mati, demi membela negara, bangsa dan agama dari penjajahan dan penindasan, adalah suatu keberanian, Bu. Apalagi pada saat perlawanan dengan persenjataan canggih, belum termiliki. Jadi, bukan seperti bunuh diri itu lho Bu. Itu putus asa namanya. Satu kepengecutan. Lari dari permasalahan, cobaan, dan tantangan hidup, bukankah pengecut, Bu? Jadi beda, kan?!”
Ia ingat tulisan DR Yusuf Qordhowi yang menganggap jihad di Palestina dengan bom bunuh dirinya sebagai Amaliyah Istisyahadiyah?
Dan ia sendiri membenarkan jika itu menyangkut penindasan atas penjajahan di Palestina. Di dalam membela tanah air dari pencaplokan yang dilakukan bangsa lain atas tanah airnya. Sebagai pembelaan terhadap hak asasi dan hak kemerdekaan menentukan nasib sendiri. Di samping hak keadilan yang mesti ditegakkan di atas kezaliman dan kesewenang-wenangan. Dan bukan bom bunuh diri tanpa dasar dan akar pijakan yang kuat sebagaimana yang dilakukan orang-orang tak bertanggung-jawab, hingga mengorbankan orang-orang tak berdosa, termasuk saudara seimannya sendiri. Sebagaimana yang sering kita dengar dan dilihat
Perempuan muda itu hanya merekahkan bibirnya sedikit. Tak berkata, atau bertanya-tanya lagi. Hingga ia pulang dan keluar, menyelesaikan semua keperluan bisnis.
UNTUK ITU SEMUA, sang ibu merasa sebal sekali. Betapa tidak? Kezaliman sudah sedemikian merajalela, sementara kaum muslimin tidak bisa berbuat apa-apa. Menjadi penonton di atas kepedihan dan kecongkakan. Ketertindasan dan kesewenang-wenangan. Kesengsaraan dan kemewahan hidup!
Israel, Amerika Serikat, Uni Eropa, sekutu Zionis, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Menimbulkan bencana, kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi. Seperti apa yang digambarkan QS 8:73:
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Sedang umat Islam malah terpecah-belah. Tercerai berai. Hasut menghasut, membanggakan dan mementingkan diri, kelompok, golongan, partai, paham, mazhab, aliran, dan lain-lain. Berbuat dosa dan pelanggaran, terperangkap nafsu godaan setan dan keduniawian. Bukan malah bersatu dan bersaudara seperti yang diperintahkan agamanya. 5) (Lihat QS 30:31-32. QS 5:2. QS 45:23, 25:43, 38:26. QS 49:10, 3:103, 6:153, 42:13).
“Sangat ironi dan tragi,” pikirnya.
Dan ia teringat pada Protokol Zionis.” The Protocols Of The Meetings Of The Elders Of Zion, berita Acara Pertemuan Para Pemuka Agama Zion, Victor E Marden, terjemah oleh; Katarina Surahmi P. Kelompok Mizan, Hikmah.
PROTOKOL IX mengungkapkan hal-hal seperti ini:
“Agar tidak secara prematur menghancurkan institusi-institusi non-Yahudi, kita telah meletakkan tangan efisien kita pada institusi-institusi tersebut. Mereka tadinya begitu kaku dan teratur, tapi kita telah menggantikannya dengan bentuk administrasi yang bebas dan tidak teratur. Kita telah mengotak-atik jurisprudensi, hak, pers, kebebasan seseorang, dan yang terpenting, pendidikan dan budaya, tonggak penting bagi eksistensi bebas.”
“Kita telah menyesatkan, memabukkan dan memerosotkan moral generasi muda non Yahudi, lewat pendidikan dalam hal prinsip dan teori yang jelas-jelas salah bagi kita, tapi kita tanamkan dalam benak mereka.”
“Di luar hukum yang berlaku, tanpa melakukan perubahan nyata, namun dengan menggoyangkannya lewat interpretasi yang berlawanan, kita telah menciptakan hasil yang menakjubkan.”
PROTOKOL XIII, juga menyatakan hal sebagai berikut:
“Agar mereka tidak dapat benar-benar memikirkan diri mereka sendiri, kita akan mengalihkan perhatian mereka kepada hiburan, permainan, rekreasi, kesenangan, dan tempat-tempat indah. Daya tarik seperti itu, akan mengalihkan pikiran mereka sepenuhnya dari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan harus susah payah kita jawab. Jika semakin tidak terbiasa berpikir secara independen, orang akan mengekspresikan pendapat yang sama dengan kita, karena hanya kita yang menawarkan jenis-jenis pemikiran yang baru—tentu saja lewat orang-orang yang tidak akan pernah mereka kira ada hubungannya dengan kita.”
PROTOKOL X, malah menambahkan dengan kelicikan dan niat jahatnya:
“Membuat semua orang frustrasi dengan pertikaian, kebencian, persengketaan, kelaparan, penyakit, hasrat, sampai kaum non-Yahudi tidak dapat menemukan jalan keluar lain, kecuali merasa tertarik dengan uang dan kekuasaan kita.”
BEGITULAH. Membaca dan menyerap informasi, menjadi hobi dan kegemaran perempuan itu, sejak dulu. Dan hobi ini kemudian meningkat, menjadi kerja profesionalitas sehari-hari. Apalagi tuntutan di batin menyuruh dan menggugahnya, untuk menuliskan dan menyampaikan pesan-pesan tersebut, lewat sebuah tulisan. Dalam bentuk buku, seperti rangkuman visual yang sedang akan ditulisnya itu!
“Heh…!” Hati si ibu semakin bergemuruh. Marah, kesal, gundah, jengkel, geram, sedih. Tak tahulah apa lagi. Tetapi yang jelas, ia tidak bisa diam dengan suara-suara, dan pikiran yang berkecamuk di dalam hati. Dan seolah-olah ingin mengajak Anda, untuk ikut juga memikirkan.
“Bayangkan saja,” katanya, “kejahatan dan nafsu kuasa semakin meraja. Perang dan teror di mana-mana. Kapitalisme, dengan para konglomerat produser senjata dan minyak, tambah memperburuk keadaan. Harga minyak dunia menjulang naik. Jurang negara kaya dan miskin makin menganga. Orang banyak menjadi stress dan menderita. Termasuk di negeri kita,” pikirnya.
Lalu ia ingat harga bensin dalam negeri yang ikut naik. Dampak harga minyak dunia yang menjulang naik itu, menyebabkan harga BBM dalam negeri ketularan jadi melonjak. Rakyat kecil semakin susah. Karena si kaya tetaplah kaya, si miskin tambah miskin. Kenaikan harga BBM, mempengaruhi harga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Bukankah semuanya terkait dengan itu? Ongkos angkutan barang, jasa dan manusia, jadi naik dan mahal pula kan?
Ramailah televisi memperlihatkan dan mempertontonkan orang-orang yang protes dan tidak setuju. Apalagi bulan-bulan menjelang pemilu 2009. Terutama para mahasiswa yang berdemontrasi menentang kenaikan tersebut, dengan dalih melindungi rakyat. Sementara di belakangnya, tentu ada tokoh politis intelektualnya. Yang melihat kondisi rakyat yang sudah menderita tambah sengsara karena kenaikan itu, lalu mengisi kesempatan dan peluang sebagai taktis untuk pemilu 2009. Sehingga salah seorang mahasiwa Unas meninggal, akibat bentrokan sama polisi, dalam kejadian tersebut. Memang macam-macam cara, dan trik-trik dilakukan orang, di dalam menghadapi dan mencapai tujuan politik!
DUNIA di mana negara-negara menganut faham demokrasi, rupanya belum mendatangkan kebahagiaan. Malah banyak membawa malapetaka. Tidak hanya di Palestina, tapi juga di negara lain. Hamas yang telah memenangkan pemilu legislatifnya secara fair dan jujur, malah diboikot. Dimusuhi, ditolak oleh Barat, Israel dan sekutu. Bahkan, dicap ‘teroris’! Aneh tapi nyata dunia kita ini, bo! Namun….begitulah…
Wallahu a'lam
No comments:
Post a Comment
KALO UDAH BACA JANGAN LUPA KOMENT GAN!